Auditing dalam sudut pandang Islam

Pendahuluan
 
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِىْعَةٍمِّنَ الأَمْرِفَاتَّبِعْهَاوَلاَتَتَّبِعْ اَهْوَاءَالَّذِىْنَ لآىَعْلَمُوْن
“Kemudian kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan) dari agama itu, maka ikutilah (syariah itu) dan janganlah engkau ikuti keinginan orang-orang yang tidak mengetahui”. QS Al-Jatsiyah 18

Makna mengikuti syariah adalah penerapan prinsip-prinsip islam, syariah dan tradisinya serta menjadikan syariah menjadikan kerangka kerja dalam setiap pekerjaan khususnya dalam paper ini adalah auditing. Menurut (Arens & Leobbecke ; 1998) auditing merupakan proses sistematik dengan tujuan untuk mendapatkan dan mengevaluasi fakta yang berkaitan dengan asersi mengenai kejadian dan tindakan ekonomi untuk memastikan kesesuaian antara asersi dengan kriteria yang ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan. Auditing adalah proses pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti tentang informasi yang dapat diukur mengenai suatu entitas ekonomi yang dilakukan seseorang yang kompeten dan independen untuk dapat menentukan dan melaporkan kesesuaian informasi dimaksud dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan.
Di dalam islam sendiri pengertian audit berdasarkan AAOIFI-GSIFI, bahwa audit syariah adalah laporan internal syariah yang bersifat independen atau bagian dari audit internal yang melakukan pengujian dan pengevaluasian melalui pendekatan aturan syariah, fatwa-fatwa, instruksi dan lain sebagainya yang diterbitkan fatwa IFI dan lembaga supervisi syariah. Pada audit syariah, auditor juga harus menguji bahwa manajemen telah patuh tidak hanya dengan aspek syariah tetapi juga dengan tujuan syariah yang luas (maqasid syariah) yang akan melindungi dan meningkatkan kondisi kehidupan manusia.
Kepatuhan syariah pada dasarnya adalah sampel acak untuk memastikan bahwa transaksi diselesaikan sesuai dengan aturan dan pedoman syariah. Program Audit Syariah berarti dokumen manual berbasis Syariah yang jelas menguraikan langkah demi langkah prosedur audit syariah, kebijakan dan proses saat menawarkan jasa keuangan syariah. Program Audit juga harus mencakup standar operasional prosedur, termasuk akuntansi, peraturan dan persyaratan lainnya.

Audit syariah
Sistem perekonomian Indonesia tidak lagi sebatas pada perekonomian konvensional. Sistem ekonomi islam yang telah lama hanya menjadi bahasan diskusi para ahli kini telah banyak dipraktikan dan diterapkan diberbagai sektor. Bermula dalam sektor perbankan yang ditandai dengan munculnya bank syariah, kemudian merambat pada sektor keuangan  lainnya seperti asuransi, pasar modal, bisnis dan lainnya. Perkembangannya sangat pesat, dan pada saat ini banyak terdapat lembaga keuangan Islam telah beroperasi menerapkan sistem ekonomi islam yang terdapat di berbagai belahan dunia bukan saja di negara Islam tetapi juga di negara non muslim.
Berkenaan dengan lembaga keuangan islam, tiap lembaga yang menawarkan jasa keuangan islam diharapkan dapat beroperasi sesuai kode etik syariah dan harus berfungsi dalam batasan-batasan yang sesuai syariah. Sebagai usaha untuk memastikan bahwa operasi lembaga keuangan islam tidak bertentangan dengan syariah maka terdapat beberapa lembaga yang berfungsi sebagai penasihat dan pengawas kegiatan tersebut, antara lain; Shari’ah Advisory Council (SAC), Shari’ah Supervisory Board (SSB) atau Shari’ah Supervisory Committee (SSC). Secara internasional, Accounting and Auditing Organizations of Islamic Financial Institutions (AAOIFI) dan Islamic Financial Services Board (IFSB) serta secara nasional di indonesia yaitu Pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) no 101-106 telah mengeluarkan sejumlah standar dan pedoman tata kelola berkaitan dengan jasa keuangan islam.
Dengan munculnya lembaga keuangan Islam pastinya memiliki karakteristik yang berbeda dengan lembaga keuangan pada umumnya. Operasional usahanya didasarkan pada prinsip Islam dan menerapkan nilai-nilai islami secara konsisten. Maka dari itu, sistem auditing islami sangat diperlukan untuk melakukan fungsi audit terhadap lembaga keuangan islam tersebut dan kesesuaiannya dengan prinsip syariah.
Pendekatan dalam perumusan sistem ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution (AAOIFI) yaitu :
1.         Menentukan tujuan berdasarkan prinsip Islam dan ajarannya kemudian menjadikan tujuan ini sebagai bahan pertimbangan dengan mengaitkannya dengan pemikiran akuntansi yang berlaku saat ini.
2.         Memulai dari tujuan yang ditetapkan oleh teori akuntansi kepitalis kemudian mengujinya menurut hukum syariah, menerima hal-hal yang konsisten dengan hukum syariah dan menolak hal-hal yang bertentangan dengan syariah.
Kode etik auditor syariah merupakan bagian yang terpisahkan dari syariah islam. Dalam sistem nilai Islam syarat ini ditempatkan sebagai landasan semua nilai dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam setiap legislasi dalam masyarakat dan negara Islam. Namun disamping dasar syariat ini landasan moral juga bisa diambil dari hasil pemikiran manusai pada keyakinan Islam. Beberapa landasan kode etik auditor syariah adalah :
1.         Integritas : Islam menempatkan integritas sebagai nilai tertinggi yang memandu seluruh perilakunya. Islam juga menilai perlunya kemampuan, kompetensi dan kualifikasi tertentu untuk melaksanakan suatu kewajiban.
2.         Keikhlasan : Landasan ini berarti bahwa akuntan harus mencari keridhaan Allah dalam melaksanakan pekerjaannya bukan mencari nama, pura-pura, hipokrit dan sebagai bentuk kepalsuan lainnya. Menjadi ikhlas berarti akuntan tidak perlu tunduk pada pengaruh atau tekanan luar tetapi harus berdasarkan komitmen agama, ibadah dalam melaksanakan fungsi profesinya. Tugas profesi harus bisa dikonversi menjadi tugas ibadah.
3.         Ketakwaan : Takwa merupakan sikap ketakutan kepada Allah baik dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan sebagai salah satu cara untuk melindungi seseorang dari akibat negatif dari perilaku yang bertentangan dari syariah khususnya dlam hal yang berkitan dengan perilaku terhadap penggunaan kekayan atau transaksi yang cenderung pada kezaliman dan dalam hal yang tidak sesuai dengan syariah.
4.         Kebenaran dan Bekerja Secara Sempurna : Akuntan tidak harus membatasi dirinya hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan profesi dan jabatannya tetapi juga harus berjuang untuk mencari dan mnenegakkan kebenaran dan kesempurnaan tugas profesinya dengan melaksanakan semua tugas yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baik dan sesempurna mungkin. Hal ini tidak akan bisa direalisir terkecuali melalui kualifikasi akademik, pengalaman praktik, dan pemahaman serta pengalaman keagamaan yang diramu dalam pelaksanaan tugas profesinya. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah dalam Surat An Nahl ayat 90 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berbuat adil dan berbuat kebajikan, dan dalam Surat Al Baqarah ayat 195 :Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.
5.         Takut kepada Allah dalam setiap Hal : Seorang muslim meyakini bahwa Allah selalu melihat dan menyaksikan semua tingkah laku hamba-Nya dan selalu menyadari dan mempertimbangkan setiap tingkah laku yang tidak disukai Allah. Ini berarti sorang Akuntan/ Auditor harus berperilaku takut kepada Allah tanpa harus menunggu dan mempertimbangkan apakah orang lain atau atasannya setuju atau menyukainnya. Sikap ini merupakan sensor diri sehingga ia mampu bertahan terus menerus dari godaan yang berasal dari pekerjaan profesinya. Sikap ini ditegaskan dalam firman Allah Surat An Nisa ayat 1 : “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”, dan dalam Surat Ar Raad Ayat 33 Allah berfirman : “Maka apakah Tuhan yang menjaga setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)”. Sikap pengawasan diri berasal dari motivasi diri berasal dari motivasi diri sehingga diduga sukar untuk dicapai hanya dengan kode etik profesi rasional tanpa diperkuat oleh ikatan keyakinan dan kepercayaan akan keberadaan Allah yang selalu memperhatikan dan melihat pekerjaan kita. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Thaha ayat 7 : “Sesungguhnya dia mengetahui rahasia dan apa yang lebih tersembunyi”.
6.         Manusia bertanggungjawab dihadapan Allah : Akuntan Muslim harus meyakini bahwa Allah selalu mengamati semua perilakunya dan dia akan mempertanggungjawabkan semua tingkah lakunya kepada Allah nanti di hari akhirat baik tingkah laku yang kecil amupun yang besar. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Al Zalzalah ayat 7-8 : “Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat balasnya pula”.
Oleh karena itu seorang auditor/akuntan islam harus bertanggung jawab akan semua pekerjaannya dihadapan allah dan juga publik, profesi, atasan dan dirinya sendiri. 

Auditing di dalam al-quran :
            Di dalam al-quran juga telah terindikasi sebagai sebuah proses audit.  Seperti di dalam surat As-syua’ra 181-184 "Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang lain. Dan timbanglah dengan timbangan yang benar. Dan janganlah kamu merugikan manusia dengan  mengurangi hak-haknya dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi. Dan bertakwalah kepada Allah yang telah Menciptakan kamu dan umat-umat yang dahulu.”
Ayat diatas menjelaskan dalam mengukur (menakar) haruslah seimbang, tidak boleh dilebihkan dan tidak juga dikurangkan. 

Kesimpulan
Dari pemaparan diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan, bahwa islam telah mengatur segala aspek kehidupan manusia menjadi sesuatu yang lebih baik. Islam juga menempatkan kode etik sebagai hal yang sangat penting bagi ajarannya. Karena etika merupakan tujuan dari syariat islam. Bagi akuntan dan auditor syariah, etika profesi yang wajib dipatuhi bersumber dari syariat Islam dan kode etik lainya yang tidak bertentangan dengan syariat. AAOIFI sebagai lembaga standar akuntansi dan auditing untuk lembaga keuangan Islam telah membuat kode etik profesi akuntan dan auditor syariah. Kode etik ini akan menjadi acuan kerja para akuntan dan auditor dalam menjalankan tugasnya. Dengan bersumber dari nilai-nilai syariat, kode etik profesi akuntan dan auditor syariah akan memberikan kepercayaan kepada masyarakat, bahwa akuntan dan auditor syariah dapat terhindar dari praktek moral hazar.

Referensi
           AAOFI. (1998) Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial Institution, state of Bahrain.
           Arens & Loebbecke (1996) Auditing Pendekatan Terpadu (Amir Abadi Yusuf, Penerjemah). Jakarta: salemba Empat.
           www.bpkp.go.id Oleh Daridin dari sebuah buku Auditing dalam Perspektif Islam Karya Dr. Sofyan S. Harahap yang diakses melalui pada tanggal 7 Januari 2014
           MOHD NAZRI CHIK, SHARIAH AUDIT: SHARIAH PERSPECTIVE






0 Response to "Auditing dalam sudut pandang Islam"

Post a Comment